SURABAYA – Dalam upaya memutus mata rantai penularan tuberkulosis (TB) pada anak, Gerakan Peduli Ibu dan Anak Sehat Universitas Airlangga (UNAIR) mengadakan Webinar Fasilitas Kesehatan TB Anak, Kamis (22/9/2022) via Zoom Meeting. Webinar ini merupakan serangkaian acara dari “Capacity Building Peran Tenaga Kesehatan Program Eliminasi TB Anak” yang bekerja sama dengan UNICEF Indonesia.
Narasumber dalam sesi pemaparan materi di antaranya dr Tiffany Tiara Pakasi MA, Plt. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan RI; dr Arda Pratama Putra Chafid SpA, anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI); Susanto Adi Wibowo, penanggung jawab TB Kota Surabaya; serta Priyo Susilo SKepNs, perwakilan P2PM Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya.
Gambaran TB Anak
TB anak disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis yang dapat dicegah dengan vaksin Bacillus Calmette-Guérin (BCG). Meski begitu, kasus TB anak tidak bisa dipandang sebelah mata sebab estimasi penyakit menular ini mencapai 42.187 dari total 824.000 kasus pada 2021.
Menurut dr Tiara, TB anak bukan hanya menyangkut masalah kesehatan, namun juga faktor gizi dan lingkungan. “Untuk itu, perlu deteksi dini yang cepat dan tepat sesuai Peraturan Presiden RI Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis, ” ucapnya.
Kemudian, dr Arda menjelaskan bahwa TB dapat menyerang paru, kelenjar, tulang, dan organ tubuh lain. Gejalanya meliputi batuk dan demam lebih dari dua minggu, berat badan tidak naik atau turun dalam dua bulan terakhir, serta kondisi lesu.
Baca juga:
Tiga Pilar Kecamatan Mulyorejo Pantau Vaksin
|
Ia juga mengusulkan tindakan preventif bagi penderita yang terinfeksi TB, tetapi tidak menunjukkan gejala. “Target untuk mengakhiri tuberkulosis bisa dicapai pada tahun 2035 jika kita menggabungkan pengobatan aktif dan terapi pencegahan, ” ujar dokter yang menjabat Staf Divisi Respirologi Anak di RSUD dr Soetomo itu.
Program Eliminasi TB Anak
Susanto memaparkan data TB anak di Surabaya tahun 2022 sebanyak 8 persen dari suspek 11, 69 persen. Maka selain tenaga kesehatan, dibutuhkan peran pemerintah sebagai pembuat kebijakan sehingga tercipta integrasi dan kolaborasi antarsektor.
Sejauh ini program penanganan TB yang dilakukan Dinkes Kota Surabaya adalah kegiatan skrining, investigasi kontak melalui gerakan Cak dan Ning 1-20 oleh Satgas TB kelurahan, penguatan jejaring internal TB dengan peran lintas poli, serta sosialisasi di media sosial.
Pada akhir, Priyo menekankan pentingnya kontribusi berbagai pihak seperti petugas kesehatan atau kader, puskesmas, dan fasilitas kesehatan dalam pelaksanaan investigasi kontak. “Untuk eliminasi TB ini kita harus bekerja sama, perwujudan kami di Kota Surabaya itu adanya Perwali (Peraturan Walikota) tim percepatan dimana salah satu anggotanya UNAIR, ” tuturnya.
Penulis: Sela Septi Dwi Arista
Editor: Nuri Hermawan